Rakyat semakin susah bernafas saat ini. Dipaksa pakai masker, dipaksa jaga jarak, dan dipaksa cuci tangan. Tidak cukup 3 M, dipaksa juga untuk divaksin. Ternyata masih dipaksa juga untuk Swap hingga PCR.
Jakarta, Mitrabuser.com,-Presiden Jokowi setidaknya kurang jeli mengamati para pembantunya selama pandemi Covid-19.
Mereka yang dimaksud adalah Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menko Marives Luhut Pandjaitan, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Keuangan Sri Mulyani. Tapi, seorang Ruslan Buton ternyata cukup jeli menilai seorang Jokowi.
Ia sampai menulis Surat Terbuka untuk mengkritik jalannya pemerintahan di era kedua ini.
Sayangnya, ada buzzer yang mengkriminalisasi purnawiraan Kapten TNI - AD yang satu ini.
Jabatan yang diemban sosok di atas diduga berpotensi terkontaminasi dengan praktik korupsi yang bercorak oligarki politik.
Seperti kita tahu, Majalah Tempo Edisi 30 Oktober 2021, yang secara khusus menulis artikel "Kongsi Pencari Rezeki": Sejumlah laboratorium tes PCR dimiliki politikus dan konglomerat. Meraup untung saat pandemi Covid-19," demikian tema sentral Tempo.
Seorang Menko Marives merangkap jabatan sebagai Koordinator PPKM tentu bukan tanpa diperhitungkan. Dia adalah sentral pimpinan dalam hal kebijakan Covid-19 dan Investasi.
Demikian pula seorang Menteri BUMN merangkap Ketua Tim Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Juga jabatan yang diisi oleh Menteri Kesehatannya bekas Wakil Menteri BUMN.
Konon para menteri yang disebutkan di atas terafiliasi dan. ada kaitannya dengan PT Genomik Solidaritas Indonesia. Unit usaha PT itu adalah GSI Lab yang jualan segala jenis tes Covid-19 dengan tarif beragam.
Di pasaran untuk PCR Swab dengan hasil pada hari yang sama dipatok dengan harga Rp. 275.000, Swab Antigen Rp. 95. 000, S-RBD Quantitative Antibody Rp. (249. 000
Hingga PCR Kumur Rp. 495. 000.
Situs resmi GSI Lab resminya mengklaim memiliki 1.000 lebih klien korporat dan telah melaksanakan 700.000 lebih tes dan menyalurkan 5.000 lebih tes gratis dengan pengakuan mengeluarkan donasi total Rp4,4 miliar.
Ada yang aneh saat ini. Pembuat kebijakan sebagai pemerintah, namun merangkap menjual juga barangnya alias terlibat berbisnis. Dalam salinan Akta PT Genomik Solidaritas Indonesia No. 23 tanggal 30 September 2021 dimana Notarisnya berkedudukan di Kabupaten Bekasi dan dibuat April 2020, sebulan setelah kasus Covid-19 pertama di Indonesia pada Maret 2020.
Dalam akta perusahaan GSI modal dasar sebesar Rp. 4.000.000.000 (empat miliar) dengan 4.000 saham pecahan Rp. 1.000.000 per lembar saham (1 juta/lembar saham).
Modal disetor: Rp2,96 miliar (1 juta/lembar saham, 2.969 saham). Dengan komposisi pemegang saham:
- Yayasan Indika Untuk Indonesia (932 lembar)
- Yayasan Adaro Bangun Negeri (485 lembar)
- Yayasan Northstar Bhakti Persada (242 lembar)
- PT Anarya Kreasi Nusantara (242 lembar)
- PT Modal Ventura YCAB (242 lembar)
- PT Perdana Multi Kasih (242 lembar)
- PT Toba Bumi Energi (242 lembar)
- PT Toba Sejahtra (242 lembar)
- PT Kartika Bina Medikatama (100 lembar).
Agar diketahui PT Toba Bumi Energi dan PT Toba Sejahtera adalah entitas anak PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) dimana Luhut pernah mengakui ia memiliki 'sedikit' saham di situ karena juga pendiri grup tersebut.
Mari kita bedah selanjutnya, Yayasan Adaro Bangun Negeri berkaitan dengan PT Adaro Energy Tbk (ADRO) dimana Presdirnya adalah Boy Thohir, kakak Erick Thohir, sekaligus pemegang 6,18% saham.
Yayasan Indika Untuk Indonesia berkaitan dengan PT Indika Energy Tbk (INDY). Arsjad Rasjid, Ketum KADIN, adalah Dirutnya.
Dirut PT Genomik Solidaritas Indonesia adalah Anindya Pradipta Susanto, dokter dari FKUI. Komisaris Utama adalah Retina Rosabai, Direktur INDY (Laporan tahunan 2020).
Yayasan Northstar Bhakti Persada berkaitan dengan Northstar Group. Digawangi oleh Patrick Walujo, bankir investasi yang juga menantu TP. Rachmat (bersama Glenn Sugita menjadi pembina yayasan).
Ia juga menjadi pemegang saham Gojek-Tokopedia (Go-To). Emiten yang dia genggam antara lain PT Blue Bird Tbk (BIRD), PT Bank Jago Tbk (ARTO), PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), PT Centratama Telekomunikasi Indonesia Tbk (CENT), dan PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk (TRIM).
Sangat jelas dalam bisnis semua Badan hukum PT. pasti bertujuan mencari laba. Tidak mungkin PT bekerja sosial demi kerja non profit. Bukan masalah larangan berbisnis.
Namun, caranya dong! Di situ siapa yang berbisnis? Rasanya sangat tidak bermoral punya jabatan publik sebagai pintu masuk untuk berbisnis dengan memanfaatkan masa pandemi dan pasti menyusahkan rakyat.
Pembentukan kebijakan mengenai penggunaan keuangan negara, ada semacam 'petunjuk' bahwa regulasi tentang pandemi diduga kerasa dibuat berdasarkan pertimbangan bisnis sekelompok orang dan aturan "bukan merupakan kerugian negara".
"Ada kontradiksi, meskipun penggunaan biaya dari keuangan negara untuk kepentingan penanganan pandemi Covid-19. Meskipun dilakukan tidak dengan iktikad baik dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan maka terhadap pelaku akan aman melakukan penyalahgunaan kewenangan dimaksud. Tidak dapat dilakukan tuntutan pidana sebab telah terkunci dengan adanya frasa “bukan merupakan kerugian negara” sebagaimana termaktub dalam norma Pasal 27 ayat (1) Lampiran UU 2/2020," demikian pertimbangan hukum MK dalam putusan uji materiil Perppu Covid-19 (Hlm. 413)." Ungkap Pengamat Hukum Politik Suta Widhya SH, Senin (1/11) pagi di Jakarta.
Menurut Suta, untung saja MK telah membatalkan pasal itu sehingga siapa saja penyelenggara negara tidak lagi mendapatkan impunitas, kekebalan hukum dengan dalih masa pandemi saat menggunakan keuangan negara.
"Anehnya DPR tidak bersuara dengan menggunakan wewenang dan fungsi pengawasannya untuk 'mengadili' Jokowi. Apa parlemen saat ini benar - benar mandul?" Heran Suta.
Untuk menyeret Jokowi dalam perkara hukum saat ini terlihat sulit. Lihat saja di PN Jakarta Pusat hakim yang mengadili gugatan Tim Pengacara Ulama dan Aktivis (TPUA) mendadak dimutasi.
Lebih parah lagi, pasca-revisi UU KPK yang menempatkan KPK semakin pro eksekutif. KPK menjadi tumpul pasca Revisi UU-KPK.
Bagi kaum oposisi kudu konsolidasi dengan kekuatan moral masyarakat. Apa yang disampaikan oleh Ruslan Buton pada 18 Mei 2020 minimalis ada benarnya : Jokowi belum memiliki banyak kemampuan membangun bangsa yang besar ini berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 sehingga terjadilah kebijakan - kebijakan yang menjadi blunder politik yang sangat merugikan rakyat dan bangsa ini.