Pintu gerbang masuk wilayah Kabupaten Muna Barat Provinsi Sulawesi Tenggara (Foto Istimewa).
Reporter : Awal Muna
MUNA BARAT, Mitrabuser.com, -Bagi mereka yang melintasi jalan dengan rute Raha - Wamengkoli atau Raha - Kambara - Tondasi (Muna Barat) maka pasti akan melewati batas antara Muna dan Muna Barat berupa Pintu Gerbang dengan ornamen kuda bercat putih yang berdiri gagah pada kedua puncak tiang tugu tersebut.
Pemandangan seperti itu juga akan kita temui jika melintasi batas Kabupaten Muna Barat dan Kabupaten Muna serta batas kota Laworo Muna Barat. Terhitung terdapat 9 (sembilan) pintu gerbang baik batas kabupaten maupun batas kota yang telah berdiri dengan gagahnya menyapa para pengunjung yang memasuki wilayah Muna Barat.
Ucapan "Selamat Datang di Kabupaten Muna Barat" mewakili sambutan hangat masyarakat Muna Barat bagi para traveller yang berkunjung di Muna Barat. Bagi kita yang membaca ungkapan sambutan tersebut ada kesan positif yang terpatri dalam benak kita bahwa masyarakat Muna Barat begitu ramah, bersahabat dan terbuka bagi siapapun yang berkunjung didaerahnya.
Pintu gerbang selain sebagai simbolisasi batas wilayah juga secara filosofis merupakan simbol keterbukaan masyarakat Muna Barat dalam menyambut kehadiran para tamu yg berkunjung ke Muna Barat.
Koordinator Media Center Pembangunan PUPR Mubar, Surachman mengatakan kesan positif tersebut merupakan perwujudan kearifan lokal masyarakat muna yang sejak dulu telah terlembagakan dalam kesadaran kolektif masyarakat Muna yaitu Pobini-biniti kuli ( saling tengang rasa ), Poangka-angka tau ( Saling harga-menghargai ), Poma-masigho ( Saling sayang- menyayangi ), Poadha-adhati (Saling menghormati ).
"Falsafah ini merupakan falsafah yang sejak zaman Raja Muna ke VI Sugi Manuru dan dilanjutkan oleh anaknya Laki Lalaponto Raja Muna ke VII ditanamkan sebagai falsafah yang wajib dipegang teguh oleh segenap masyarakat Muna dalam praktik bermasyarakat dan bernegara ketika itu," jelas Surachman, Minggu, 8 November 2020.
Ia menjelaskan sampai saat ini falsafah tersebut diatas seolah telah menyatu dalam gerak dan langkah setiap insan masyarakat Muna sehingga kondusifitas dan stabilitas daerah tetap terjaga.
Dijelaskannya, aktualisasi falsafah tersebut diatas bagi masyarakat Muna Barat sejatinya merupakan kesadaran akan ke-"Muna"-an masyarakat Muna Barat yang sekalipun telah terhimpun dalam wadah Daerah Otonom Baru yaitu Kabupaten Muna Barat.
"Namun secara historis dan sosiologis masih menjadi satu kesatuan yang tak dapat terpisahkan sebagai masyatakat Suku Muna yang dibentuk dari 4 (empat) pilar besar atau 4 ghoera (wilayah) : Katobu, Lawa, Kabawo dan Tongkuno," tuturnya.
Kabid SDA dan irigasi Dinas PUPR Mubar itu memaparkan adanya ikatan historis dan sosiologis tersebut menjadikannya sebagai modal sosial masyarakat Suku Muna dalam konteks pembangunan kewilayahan baik dalam skala Kabupaten Muna Barat maupun skala Kabupaten Muna.
"Tak ada sekat indentitas ataupun konflik kultural ketika masyarakat Suku Muna yang berdomisili di Kabupaten Muna bertandang ke Kabupaten Muna Barat begitupula sebaliknya jika masyarakat Suku Muna yang berdomisili di Kabupaten Muna Barat bertandang ke Kabupaten Muna," pungkasnya lagi.
Menurutnya, semangat "kawunaha" sebagai identitas primordial lahir dalam semangat positif untuk membangun daerah sehingga tak heran banyak saat ini begitu banyak putra terbaik Muna Barat berkarir di Kabupaten Muna begitupula sebaliknya beberapa putra terbaik Kabupaten Muna meniti karir di wilayah Kabupaten Muna Barat.
"Kondisi tersebut sejatinya merupakan perwujudan falsafah dasar Mieno (orang) Wuna yaitu Pobini-biniti kuli ( saling tenggang rasa ), Poangka-angka tau ( Saling harga-menghargai ), Poma-masigho ( Saling sayang- menyayangi ), Poadha-adhati (Saling menghormati)," lanjutnya.
Olehnya itu, Surachman menyatakan transfer sumber daya manusia dalam kerangka Pembangunan daerah merupakan hal lumrah dan jamak terjadi. Tak ada satu wilayah yang benar-benar sempurna atau mumpuni dalam hal tertentu, pasti lah terdapat kekurangan disana sini.
Oleh karena itu, guna mengakselerasi pembangunan daerah kita perlu membuka diri menerima setiap potensi anak bangsa dalam membangun suatu daerah. Kita juga tak perlu merasa minder jika terdapat sumber daya yang potensial untuk membangun wilayah kita. Adanya sumber daya manusia yang baru niscaya dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sepanjang dapat dikelola dan dimanage dengan baik," tambah Surachman.
Maka dari itu, ia menyebut jika ada yang menyatakan bahwa Pembangunan Pintu Gerbang itu adalah bentuk pemborosan anggaran, maka sesungguhnya mereka tidak memahami nilai filosofis dari hadirnya pintu gerbang tersebut.